Ketika era media sosial dan banjir informasi melanda semua kalangan saat ini, komitmen dasar persatuan bangsa yang diucapkan dalam bentuk Sumpah Pemuda bisa menjadi pijakan untuk menghadapi ekses negatif dari kemajuan teknologi dan penyebaran informasi.
Ikrar untuk membangun satu Tanah Air, berbangsa satu dan memiliki bahasa persatuan masih relevan untuk menghadapi masalah kekinian seperti penyebaran berita bohong (hoax) dan juga maraknya ujaran kebencian yang mempengaruhi relasi sosial antaranggota masyarakat.
Pendapat seorang jurnalis muda, Annisa Harjanti (23) mungkin bisa mewakili bagaimana generasi milenial dan generasi Z memandang ikrar yang diucapkan pada 1928 itu selalu relevan dengan masalah yang dihadapi bangsa Indonesia dari jaman ke jaman.
Bagi Annisa, bila merujuk kembali pada isi sumpah pemuda sebenarnya isi dari ikrar tersebut bisa menjadi modal kuat untuk mempertahankan dan melindungi persatuan bangsa dari berbagai rongrongan yang ada.
Pandangan yang sama juga disampaikan Rangga Kosala (22), mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara yang menilai meski sumpah pemuda diucapkan puluhan tahun yang lalu, namun anak muda saat ini tetap bisa memaknainya sebagai sebuah komitmen persatuan.
Ketika penyebaran berita bohong dan penggunaan ujaran kebencian marak terjadi di masyarakat, Rangga mengatakan seharusnya dengan penggunaan teknologi kekinian, orang muda bisa berperan mencegah dampak merusak dari perkembangan teknologi informasi tersebut.
Bagi Rangga, generasi seharusnya aktif menumbuhkan kesadaran persatuan dan nilai kebangsaan dengan memanfaatkan perangkat teknologi yang ada saat ini. Gawai, internet dan berbagai macam “tools” yang akrab digunakan oleh anak muda, bisa menjadi senjata yang ampuh untuk merajut persatuan dan bukan alih-alih menggunakannya sebagai penyebar kebencian dan berita bohong.
Sepakat dengan Rangga, Annisa juga menilai penggunaan perangkat komunikasi berbasis teknologi informasi efektif sebagai sarana untuk menggalang pemahaman tentang nilai kebangsaan dan persatuan. Tak hanya menggunakan perangkat digital, generasi muda juga harus mengembangkan pemikirannya dengan terus mengkonsumsi pengetahuan berbasis kemauan membaca.
Tanpa budaya literasi maka landasan pengetahuan yang digunakan untuk menyebarkan informasi yang benar dan memfilter informasi yang salah tidak akan kuat. Kemauan untuk membaca dan melakukan pengayaan pengetahuan menjadi hal yang penting saat ini.